1.
Interaksi warfarin dengan diet tinggi vitamin K dan beberapa jenis diet lain.
a.
Warfarin dan mekanisme aksinya
Warfarin merupakan obat yang
diberikan pada pasien dengan resiko tinggi terjadi pembekuan darah (blood
cloth). Pada
beberapa kondisi klinis, pembekuan darah sangat mudah dan sangat cepat terjadi
pada beberapa pasien. Kejadian ini dapat menjadi masalah kesehatan yang serius,
karena bekuan darah dapat menyumbat aliran darah menuju ke jantung dan otak.
Dalam hal ini, warfarin atau koumadin dapat mencegah terjadinya pembekuan darah
dan mencegah efek buruk yang ditimbulkan karenanya (NIHCC, 2015).
Warfarin diabsorbsi diusus halus dan memasuki
sirkulasi darah, dimetabolisme di mikrosom sel hati, dan akan menghambat kerja
vitamin K. Penghambatan kerja vitamin K meyebabkan penurunan sintesis faktor
pembekuan II, VII, IX dan X serta pembentukan PIVKA (
protein induced by vitamin K absent or antagonist). Kerja utama
dari obat antikoagulan oral (warfarin) adalah menghambat kerja enzim epoksid
reduktase, sehingga perubahan vitamin K epoksid menjadi vitamin K terganggu,
akibatnya terjadi penumpukan prekursor faktor-faktor tergantung vitamin K. Antikoagulan
oral juga dapat menghambat vitamin K menjadi vitamin K 1 hidrokuinon.
Penghambatan kerja vitamin K menyebabkan terjadinya penurunan sintesis faktor
II, VII, IX dan X (
Hirsh,
et al., 2001)
Skema 1. Mekanisme aksi warfarin
Skema 2. Proses pembekuan darah (kotak biru: faktor pembekuan darah yang tergantung vitamin K = sensitif warfarin)
INR (International Normalized Ratio) dan PT (Prothrombin Time) adalah parameter yang
dukur dalam uji laboratorium untuk menentukan waktu pembekuan darah pasien.
Pasien yang mengonsumsi obat warfarin akan mengalami perpanjangan waktu
pembekuan darah dan menghasilkan nilai INR/PT yang lebih lama. Sangat penting
dalam dunia medis untuk selalu memantau nilai rasio INR/PT pasien agar selalu
dalam rentang normal saat pasien mengonsumsi warfarin (NIHCC, 2015).
b.
Interaksi Warfarin dengan makanan tinggi vitamin K
dan beberapa makanan lain.
Diketahui bahwa
vitamin K dan warfarin jelas memiliki efek yang berlawanan dalam tubuh,
sehingga perubahan jumlah asupan vitamin K dari makanan sehari-hari akan
mempengaruhi efektifitas dari warfarin itu sendiri. Sangat penting untuk
menjaga jumlah asupan vitamin K yang konsisten pada pasien yang mengonsumsi
warfarin. Secara umum, makanan seperti sayuran berwarna hijau dan beberapa
minyak adalah kaya akan vitamin K. Disaat terjadi penurunan konsumsi vitamin K
dari makanan, maka sangat mungkin perlu bagi pasien untuk diturunkan dosis
warfarinnya, untuk mencegah terjadinya pendarahan. Sedangkan saat asupan vitamin
K pasien meningkat, maka dosis warfarin sangat mungkin untuk ditingkatkan guna
menjaga efektifitasnya dalam mencegah pembekuan darah. Dalam aplikasinya secara
klinis, pasien tidak harus menghindari makanan tinggi vitamin K saat
mereka mengonsumsi warfarin, namun hal terpenting adalah menjaga asupan vitamin
K itu tetap konstan. Dan hal terpenting lain adalah saat terjadi paerubahan
drastis pada pola makanan yang mengandung vitamin K, pasien harus
memberitahukan kepada dokter agar dapat dilakukan pemantauan rasio INR/PT lebih
lanjut (Pharmacist’s
Letter, 2005)
Dibawah ini akan
ditampilkan tabel yang memuat beberapa diet yang mengandung vitamin K.
Makanan/minuman yang ada dalam tabel bukan merupakan makanan/ minuman yang harus di hindari secara
penuh, namun lebih kepada menginformasikan berapa jumlah asupan vitamin K yang
ada pada setiap makanan.
Tabel 1.
Kandungan vitamin K pada beberapa jenis makanan; sumber : USDA (2010)
Interaksi antara
warfarin dan makanan mengandung vitamin K telah terdokumentasi dengan baik.
Namun, potensi interaksinya dengan makanan tinggi protein, makanan yang
mempunyai efek antiplatelet serta makanan yang mempengaruhi enzim sitokrom
p-450 belum banyak terdokumentasi. Warfarin merupakan suatu rasemat yang
merupakan campuran R-warfarin dan S-warfarin. Warfarin sangat dominan
dimetabolisme di hati oleh enzim sitokrom p-450. 2 jenis enantiomer warfarin
mempunyai efek terapi dan enzim pemetabolisme yang berbeda pula. S-warfarin
dimetabolisme sebagian besar oleh enzim CYP2C9, dan sebegian oleh enzim CYP3A4.
Sedangkan R-warfarin dimetabolisme mayoritas oleh enzim CYP1A2, sebagian oleh CYP3A4
dan sebagian kecil oleh CYP2C19. Makanan-makanan yang menginduksi beberapa
isoenzim pemetabolisme warfarin, dapat menyebabkan turunnya afek klinis dari
warfarin, sedangkan makanan yang bersifat menginhibisi isoenzim tadi akan
berefek sebaliknya. Beberapa makanan yang secara teori dapat mengubah
konsentrasi enzim CYP450 dihati dan dapet mengubah efek warfarin adalah jus
kranberri, jus anggur, jus mangga, kafein, kedelai, teh hijau, serta alkohol (Pharmacist’s
Letter, 2005).
1)
Makanan
tinggi protein
Beberapa pola diet
yang dijalankan masyarakat sekarang ini adalah bentuk diet yang menekan jumlah
konsumsi karbohidrat dan meningkatkan konsumsi protein, untuk mengurangi berat
badan. Klinisi telah menemukan bahwa terjadi fluktuasi INR pada pasien yang
melakukan pol diet seperti diatas. 2 case report melaporkan bahwa pasien
dengan diet tinggi protein-rendah karbo mengalami penurunan waktu INR dan
membutuhkan peningkatan dosis warfarin sebesar 20-30%. Secara klinis, diet
tinggi protein akan meningkatkan kadar albumin darah (suatu protein darah)
pasien dalam 10 hari setelah dimulainya diet, padahal albumin merupakan protein
plasma yang berfungsi mengikat obat (warfarin). Dalam konteks transportasi
obat, obat yang tidak terikat albuminlah yang akan menimbulkan efek terapi,
sehingga dengan peningkatan kadar albumin maka semakin sedikit warfarin bebas
dalam darah yang akan menimbulkan efek terapi. Sehingga disarankan bagi pasien
yang mengonsumsi diet seperti diatas untuk selalu mengonsultasikanya pada
dokter, karena tinggi potensi bagi pasien untuk dilakukan peningkatan dosis
(Tom, 2010; level evidence D).
2)
Jus anggur
Jus anggur adalah
salah satu makanan mengandung flavonoid yang dapat menginhibisi isoenzim
CYP3A4, CYP2C9, CYP2C19, dan CYP1A2 pada hati. Sebenarnya secara teoritis,
gangguan metabolisme warfarin jelas terganggu karena warfarin juga
dimetabolisme oleh isoenzim ini. Namun efek inhibisi hari anggur sulit untuk
diprediksi karena sangat tergantung dengan jumlah dari anggur yang dikonsumsi.
Secara teori, flavonoid dalam anggur dapat menjadi substrat competitor yang
bersaing dengan R dan S-warfarin untuk dimetabolisme oleh enzim tertentu. 1 case report melaporkan bahwa terjadi
peningkatan INR pasien yang mengonsumsi sejkitar 50 ons anggur setiap hari.
namun menurut suatu klinikal trial yang dilakukan, ditemukan bahwa konsumsi
anggur sebanyak 24 ons setiap hari tidak akan mengubah nilai INR pada pasien
yang mengonsumsi warfarin. Sehingga pasien dengan konsumsi warfarin mungkin
perlu untuk dibatasi konsumsi anggurnya menjadi 24 ons/hari atau kurang (Tom,
2010; level evidence D)
3)
Alkohol
Telah dilaporkan 2
mekanisme terkain interaksi alkohol dan warfarin, yaitu lewat mekanisme
perubahan protein binding dan
induksi/inhibisi isoenzim CYP2C9. Peningkatan kadar alkohol dalam darah akan
meningkatkan jumlah protein darah yang digunakan untuk mengikat alkohol.
Sehingga secara langsung jumlah protein darah yang digunakan untuk mengikat
albumin menjadi berkurang, lalu fraksi obat bebas akan meningkat dan tentunya
akan meningkatkan efek dari warfarin tersebut. Sedangkan pada peminum alkohol,
mungkin terjadi kerusakan hati yang akan berefek pada berkurangnya jumlah enzim
pemetabolisme. 2 efek dari alkohol inilah yang mungkin akan meningkatkan efek
antikoagulasi warfarin dan perlu dilakukan penurunan dosis (Tom, 2010; level evidence D). Menurut Paulo Alto
Medical Foundation (2015) batas toleransi konsumsi alkohol saat mengonsumsi
adalah tidak lebih dari 2 kali minum sehari
|
|
1 kali minum = 12 floz bir = 5 floz wine = 1,5
floz liquor
|
|
4)
Jus
cranberry
Pada 2003 England-based
Committee on Safety of Medicine (CSM) mempublikasikan 5 case report yang
menunjukkan bukti bahwa adanya interaksi antara cranberry jus dengan warfarin.
Mekanisme potensial yang dijelaskan adalah adanya interaksi warfarin dengan
flavonoid dalam cranberry. Secara teori, flavonoid dalam cranberi dapat
menginhibisi enzim CYP2C9 yang juga memetabolisme warfarin, sehingga akan
terjadi peningkatan INR pasien. Mekanisme lain adalah adanya kandungan asam
salisilat pada cranberry , yaitu sebanyak 7 mg/L jus cranberi. Meminum 250 ml
jus cranberi/hari selama 2 minggu akan meningkatkan kadar serum asam salisilat
dalam tubuh. Secara teori, asam salisilat uga memiliki aktifitas antikoagulan
sehingga jelas akan meningkatkan efek dari warfarin. Dalam hal ini, pasien
dengan konsumsi warfarin disarankan utuk mengurangi konsumsi cranbery (Tom,
2010; level evidence D).
2.
Interaksi Insulin dan obat diabetik oral dengan alcohol
Pada penderita diabetes, kontrol tubuh
terhadap kadar glukosa darah menjadi sangat buruk. Hal ini bisa terjadi karena
kurangnya hormon insulin dalam tubuh (DM 1) atau juga bisa dikarenakan sel-sel
tubuh tidak lagi merespon dengan baik adanya insulin dalam tubuh, sehingg
terjadi peningkatan kadar glukosa darah diatas normal. Konsumsi alkohol yang
dilakukan oleh penderita diabetes dapat memunculkan 2 kemungkinan sekaligus,
yitu terjadinya peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi) atau bahkan
penurunan kadar glokosssa darah (hipoglikemi), hal ini tergantung dengan status
gizi dari pasien. Dalam hal ini, seseorang yang telah menderita diabetes dan
mengonsumsi alkohol dalam jangka waktu lama akan berpotensi timbulnya efek
hiperglikemik, sebaliknya jika konsumsi alkohol dilakukan dalam keadaan akut
terlebih lagi dalam keadaan perut kosong, dimana cadangan energi seseorang
mulai habis, maka ini akan memicu timbulnya kondisi hipoglikemik. Dalam hal
ini, jelas akan terjadi interaksi anatar alkohol dan obat antidiabetes oral maupun
insulin yang keduanya sama-sama memiliki efek hipoglikemik pada penderita
diabetes (Pharmacist’s Letter/Prescriber’s Letter, 2008).
Dalam hal hipoglikemik akibat alkohol, hal ini
terjadi pada saat seseorang mengonsumsi alkohol pada kondisi perut kosong
dimana keadaan kadar glokosa dalam darah memang sedang berada pada level
rendah.dalam keadaan ini, tubuh akan mencari sumber glukosa lain utuk dijadikan
sumber energi tubuh, misalnya lewat proses gluconeogenesis untuk mempertahankan
kadar glukosa dalam darah. Glukoneogenesis ini terjadi dalam hati dan
memerlukan komponen/senyawa-senyawa yang banyak diregulasi oleh nicotinamide
adenine dinucleotide (NADH). Alkohol, dalam hal ini juga dimetabolisme di hati
dan menyebabkan terjadinya peningkatan kadar NADH dalam hati. NADH yang
berlebihan justru akan menurunkan kadar senyawa-senyawa yang dibutuhkan dalam
proses glukoneogenesis, sehingga efek lebih lanjutnya jelas akan menimbulkan
hipoglikemik pada pasien. Efek hipoglikemik akibat alkohol ini akan menimbilkan
efek klinis yang parah apabila dibarengi dengan konsumsi obat antidiabetes atau
insulin yang juga bertujuan untuk menimbullkan efek hipoglikemik pada penderita
diebetes. Sehingga untuk pencegahan, sangat disarankan jika memang pasien
hendak mengonsumsi alkohol, sebaiknya diminum bersama atau sesaat setelah makan
(Pharmacist’s Letter/Prescriber’s Letter, 2008)..
Pasien
diabetes yang mengonsumsi alkohol harus sangat memperhatikan kondisinya apabila
terjadi beberapa tanda yang mengarah pada munculnya efek hipoglikemik. Harus
dipastikan apakah efek hipoglikemik ini berhubungan dengan obat antidiabetes
ataukah akibat intoksikasi alkohol (hipoglikemik akibat alkohol). Sehingga
sangat disarankan untuk pasien agar sesering mungkin memeriksa kadar glukosa
darahnya. Dalam hal ini, juga perlu diketahui oleh pasien bahwa konsumsi
alkohol bersama obat diabetes tertentu (misal : klorpropramid) juga dapat
menimbulkan disulfiram-like reaction, yaitu suatu reaksi yang ditandai dengan
mual, muntah, pusing, muka merah, napas pendek, sakit kepala hebat, gangguan
penglihatan, palpitasi jantung, dan mungkin juga pingsan. Secara garis besar,
interaksi antara alkohol dengan beberapa obat antidiabetes oral dan insulin
akan dijelaskan pada tabel 2 dibawah ini.
Obat / golongan obat
|
Mekanisme interaksi
|
Komentar / saran
|
Sulfonilurea
(klorpropramid, glipizid, gliburid, tolbutamid)
|
·
Telah dilaporkan terjadinya disulfram
like reaction pada pasien yang mengonsumsi klorpropramid dengan alkohol
(secara teori, ini juga akan terjadi pada obat lain yang termasuk
sulfonilurea). Mekanisme pastinya belum diketahui.
·
Peminum alkohol akut akan meningkatkan efek
hipoglikemik
·
Alkohol mungkin akan memperpanjang efek
glipizid dalam tubuh dengan mekanisme penundaan absorbsi dan eliminasi obat
·
Konsumsi alkohol secara kronis akan
menurunkan waktu paruh tolbutamid dengan mekanisme menurunkan absorbsi dan
meningkatkan metabolisme hati dari tolbutamid.
|
·
Pasien disarankan untuk tidak meminum
alkohol melebihi batas yang ditentukan untuk mencegah terjadinya efekhipoglikemik.
·
Monitor secara ketat adanya tanda-tanda
hipoglikemik apabila harus dilakukan konsumsi alkohol dengan sulfonilurea.
·
Beritahukan pada pasien untuk menghentikan
minum alkohol bila terjadi tanda berupa pusing atau muntah.
|
Insulin
|
·
Meningkatkan efek penurunan glukosa darah
oleh insulin
·
Menghasilkan efek perangsangan pelepasan
insulin saat proses glucose load (makan) dan menginhibisi
glukoneogenesis.
|
·
Sarankan pasien untuk membatasi konsumsi
alkohol dan sarankan untuk menghindari minum alkohol saat perut kosong.
·
Monitor secara ketat adanya tanda
hipoglikemik apabila harus dilakukan konsumsi alkohol dengan insulin
|
Metformin
|
·
Secara teoriakan meningkatkan resiko
asidosis laktat
·
Menambah efek metformin dalam mempengaruhi
metabolisme laktat
|
·
Sarankan pasien untuk membatasi konsumsi
alkohol
·
Melakukan monitoring secara ketat akan
terjadinya asidosis laktat jika terpaksa dilakukan kombinasi konsumsi antara
alkohol dan metformin
|
Tabel 2. Interaksi antara alkohol dengan obat antidiabetik oral dan
insulin
Sumber : Pharmacist’s
Letter/Prescriber’s Letter (2008)
DAFTAR PUSTAKA
Hirsh J, Dalen J, Poller, L et
al., 2001, Oral anticoagulants : Mechanism of Action,
Clinical Effectiveness, and Opt imal Therapeutic Range. Chest, 119 ( suppl.1 ): S8-S21.
National Institutes of Health Clinical Center,
2015,
Important information to know when you are taking: Warfarin (Coumadin)
and Vitamin K, www.cc.nih.gov, diakses
pada 10 november 2015.
Pharmacist’s Letter/Prescriber’s Letter, 2005, Warfarin-food interactions.
21(5) :210507.
Pharmacist’s Letter/Prescriber’s Letter, 2008,
Alcohol-related drug interactions, 24(1):240106.
Tom, Wan-Chih, 2010, Warfarin-Food
Interactions, Pharmacist’s Letter/Prescriber’s Letter, 21(5) :210507.