Minggu, 15 November 2015

INTERAKSI MERUGIKAN OBAT DENGAN MAKANAN


Dalam tulisan kali ini, saya hendak berbagi ilmu mengenai beberapa interaksi antara obat dan makanan. Bahan yang akan dipaparkan adalah beberapa contoh interaksi yang merugikan antara keduanya. Sangat penting untuk diketahui oleh masyarakat bahwa makanan sehari-hari yang kita konsumsi juga dapat berpengaruh terhadap pengobatan yang sedang kita jalani. Dan demi terwujudnya pengobatan yang optimal, hendaknya kita harus menghindari interaksi buruk yang dipaparkan. Secara lebih khusus, pada tulisan kali ini saya akan memaparkan interaksi merugikan antara obat Warfarin, obat diabetik oral serta insulin dengan makanan.

1.     Interaksi warfarin dengan diet tinggi vitamin K dan beberapa jenis diet lain.
a.      Warfarin dan mekanisme aksinya
Warfarin merupakan obat yang diberikan pada pasien dengan resiko tinggi terjadi pembekuan darah (blood cloth). Pada beberapa kondisi klinis, pembekuan darah sangat mudah dan sangat cepat terjadi pada beberapa pasien. Kejadian ini dapat menjadi masalah kesehatan yang serius, karena bekuan darah dapat menyumbat aliran darah menuju ke jantung dan otak. Dalam hal ini, warfarin atau koumadin dapat mencegah terjadinya pembekuan darah dan mencegah efek buruk yang ditimbulkan karenanya (NIHCC, 2015).
Warfarin  diabsorbsi diusus halus dan memasuki sirkulasi darah, dimetabolisme di mikrosom sel hati, dan akan menghambat kerja vitamin K. Penghambatan kerja vitamin K meyebabkan penurunan sintesis faktor pembekuan II, VII, IX dan X serta pembentukan PIVKA (protein induced by vitamin K absent or antagonist). Kerja utama dari obat antikoagulan oral (warfarin) adalah menghambat kerja enzim epoksid reduktase, sehingga perubahan vitamin K epoksid menjadi vitamin K terganggu, akibatnya terjadi penumpukan prekursor faktor-faktor tergantung vitamin K. Antikoagulan oral juga dapat menghambat vitamin K menjadi vitamin K 1 hidrokuinon. Penghambatan kerja vitamin K menyebabkan terjadinya penurunan sintesis faktor II, VII, IX dan X (Hirsh, et al., 2001)

 
Skema 1. Mekanisme aksi warfarin

Skema 2. Proses pembekuan darah (kotak biru: faktor pembekuan darah yang tergantung vitamin K = sensitif warfarin)  

INR (International Normalized Ratio) dan PT (Prothrombin Time) adalah parameter yang dukur dalam uji laboratorium untuk menentukan waktu pembekuan darah pasien. Pasien yang mengonsumsi obat warfarin akan mengalami perpanjangan waktu pembekuan darah dan menghasilkan nilai INR/PT yang lebih lama. Sangat penting dalam dunia medis untuk selalu memantau nilai rasio INR/PT pasien agar selalu dalam rentang normal saat pasien mengonsumsi warfarin (NIHCC, 2015).
b.      Interaksi Warfarin dengan makanan tinggi vitamin K dan beberapa makanan lain.
Diketahui bahwa vitamin K dan warfarin jelas memiliki efek yang berlawanan dalam tubuh, sehingga perubahan jumlah asupan vitamin K dari makanan sehari-hari akan mempengaruhi efektifitas dari warfarin itu sendiri. Sangat penting untuk menjaga jumlah asupan vitamin K yang konsisten pada pasien yang mengonsumsi warfarin. Secara umum, makanan seperti sayuran berwarna hijau dan beberapa minyak adalah kaya akan vitamin K. Disaat terjadi penurunan konsumsi vitamin K dari makanan, maka sangat mungkin perlu bagi pasien untuk diturunkan dosis warfarinnya, untuk mencegah terjadinya pendarahan. Sedangkan saat asupan vitamin K pasien meningkat, maka dosis warfarin sangat mungkin untuk ditingkatkan guna menjaga efektifitasnya dalam mencegah pembekuan darah. Dalam aplikasinya secara klinis, pasien tidak harus menghindari makanan tinggi vitamin K saat mereka mengonsumsi warfarin, namun hal terpenting adalah menjaga asupan vitamin K itu tetap konstan. Dan hal terpenting lain adalah saat terjadi paerubahan drastis pada pola makanan yang mengandung vitamin K, pasien harus memberitahukan kepada dokter agar dapat dilakukan pemantauan rasio INR/PT lebih lanjut (Pharmacist’s Letter, 2005)

Dibawah ini akan ditampilkan tabel yang memuat beberapa diet yang mengandung vitamin K. Makanan/minuman yang ada dalam tabel bukan merupakan  makanan/ minuman yang harus di hindari secara penuh, namun lebih kepada menginformasikan berapa jumlah asupan vitamin K yang ada pada setiap makanan.

Tabel 1. Kandungan vitamin K pada beberapa jenis makanan; sumber : USDA (2010)

Interaksi antara warfarin dan makanan mengandung vitamin K telah terdokumentasi dengan baik. Namun, potensi interaksinya dengan makanan tinggi protein, makanan yang mempunyai efek antiplatelet serta makanan yang mempengaruhi enzim sitokrom p-450 belum banyak terdokumentasi. Warfarin merupakan suatu rasemat yang merupakan campuran R-warfarin dan S-warfarin. Warfarin sangat dominan dimetabolisme di hati oleh enzim sitokrom p-450. 2 jenis enantiomer warfarin mempunyai efek terapi dan enzim pemetabolisme yang berbeda pula. S-warfarin dimetabolisme sebagian besar oleh enzim CYP2C9, dan sebegian oleh enzim CYP3A4. Sedangkan R-warfarin dimetabolisme mayoritas oleh enzim CYP1A2, sebagian oleh CYP3A4 dan sebagian kecil oleh CYP2C19. Makanan-makanan yang menginduksi beberapa isoenzim pemetabolisme warfarin, dapat menyebabkan turunnya afek klinis dari warfarin, sedangkan makanan yang bersifat menginhibisi isoenzim tadi akan berefek sebaliknya. Beberapa makanan yang secara teori dapat mengubah konsentrasi enzim CYP450 dihati dan dapet mengubah efek warfarin adalah jus kranberri, jus anggur, jus mangga, kafein, kedelai, teh hijau, serta alkohol (Pharmacist’s Letter, 2005).
1)       Makanan tinggi protein
Beberapa pola diet yang dijalankan masyarakat sekarang ini adalah bentuk diet yang menekan jumlah konsumsi karbohidrat dan meningkatkan konsumsi protein, untuk mengurangi berat badan. Klinisi telah menemukan bahwa terjadi fluktuasi INR pada pasien yang melakukan pol diet seperti diatas.  2 case report melaporkan bahwa pasien dengan diet tinggi protein-rendah karbo mengalami penurunan waktu INR dan membutuhkan peningkatan dosis warfarin sebesar 20-30%. Secara klinis, diet tinggi protein akan meningkatkan kadar albumin darah (suatu protein darah) pasien dalam 10 hari setelah dimulainya diet, padahal albumin merupakan protein plasma yang berfungsi mengikat obat (warfarin). Dalam konteks transportasi obat, obat yang tidak terikat albuminlah yang akan menimbulkan efek terapi, sehingga dengan peningkatan kadar albumin maka semakin sedikit warfarin bebas dalam darah yang akan menimbulkan efek terapi. Sehingga disarankan bagi pasien yang mengonsumsi diet seperti diatas untuk selalu mengonsultasikanya pada dokter, karena tinggi potensi bagi pasien untuk dilakukan peningkatan dosis (Tom, 2010; level evidence D). 
2)       Jus anggur
Jus anggur adalah salah satu makanan mengandung flavonoid yang dapat menginhibisi isoenzim CYP3A4, CYP2C9, CYP2C19, dan CYP1A2 pada hati. Sebenarnya secara teoritis, gangguan metabolisme warfarin jelas terganggu karena warfarin juga dimetabolisme oleh isoenzim ini. Namun efek inhibisi hari anggur sulit untuk diprediksi karena sangat tergantung dengan jumlah dari anggur yang dikonsumsi. Secara teori, flavonoid dalam anggur dapat menjadi substrat competitor yang bersaing dengan R dan S-warfarin untuk dimetabolisme oleh enzim tertentu. 1 case report melaporkan bahwa terjadi peningkatan INR pasien yang mengonsumsi sejkitar 50 ons anggur setiap hari. namun menurut suatu klinikal trial yang dilakukan, ditemukan bahwa konsumsi anggur sebanyak 24 ons setiap hari tidak akan mengubah nilai INR pada pasien yang mengonsumsi warfarin. Sehingga pasien dengan konsumsi warfarin mungkin perlu untuk dibatasi konsumsi anggurnya menjadi 24 ons/hari atau kurang (Tom, 2010; level evidence D)   
3)        Alkohol
Telah dilaporkan 2 mekanisme terkain interaksi alkohol dan warfarin, yaitu lewat mekanisme perubahan protein binding dan induksi/inhibisi isoenzim CYP2C9. Peningkatan kadar alkohol dalam darah akan meningkatkan jumlah protein darah yang digunakan untuk mengikat alkohol. Sehingga secara langsung jumlah protein darah yang digunakan untuk mengikat albumin menjadi berkurang, lalu fraksi obat bebas akan meningkat dan tentunya akan meningkatkan efek dari warfarin tersebut. Sedangkan pada peminum alkohol, mungkin terjadi kerusakan hati yang akan berefek pada berkurangnya jumlah enzim pemetabolisme. 2 efek dari alkohol inilah yang mungkin akan meningkatkan efek antikoagulasi warfarin dan perlu dilakukan penurunan dosis (Tom, 2010; level evidence D). Menurut Paulo Alto Medical Foundation (2015) batas toleransi konsumsi alkohol saat mengonsumsi adalah tidak lebih dari 2 kali minum sehari


                  1 kali minum = 12 floz bir = 5 floz wine = 1,5 floz liquor
 
 



4)       Jus cranberry
Pada 2003 England-based Committee on Safety of Medicine (CSM) mempublikasikan 5 case report yang menunjukkan bukti bahwa adanya interaksi antara cranberry jus dengan warfarin. Mekanisme potensial yang dijelaskan adalah adanya interaksi warfarin dengan flavonoid dalam cranberry. Secara teori, flavonoid dalam cranberi dapat menginhibisi enzim CYP2C9 yang juga memetabolisme warfarin, sehingga akan terjadi peningkatan INR pasien. Mekanisme lain adalah adanya kandungan asam salisilat pada cranberry , yaitu sebanyak 7 mg/L jus cranberi. Meminum 250 ml jus cranberi/hari selama 2 minggu akan meningkatkan kadar serum asam salisilat dalam tubuh. Secara teori, asam salisilat uga memiliki aktifitas antikoagulan sehingga jelas akan meningkatkan efek dari warfarin. Dalam hal ini, pasien dengan konsumsi warfarin disarankan utuk mengurangi konsumsi cranbery (Tom, 2010; level evidence D).
2.     Interaksi Insulin dan obat diabetik oral dengan alcohol
Pada penderita diabetes, kontrol tubuh terhadap kadar glukosa darah menjadi sangat buruk. Hal ini bisa terjadi karena kurangnya hormon insulin dalam tubuh (DM 1) atau juga bisa dikarenakan sel-sel tubuh tidak lagi merespon dengan baik adanya insulin dalam tubuh, sehingg terjadi peningkatan kadar glukosa darah diatas normal. Konsumsi alkohol yang dilakukan oleh penderita diabetes dapat memunculkan 2 kemungkinan sekaligus, yitu terjadinya peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi) atau bahkan penurunan kadar glokosssa darah (hipoglikemi), hal ini tergantung dengan status gizi dari pasien. Dalam hal ini, seseorang yang telah menderita diabetes dan mengonsumsi alkohol dalam jangka waktu lama akan berpotensi timbulnya efek hiperglikemik, sebaliknya jika konsumsi alkohol dilakukan dalam keadaan akut terlebih lagi dalam keadaan perut kosong, dimana cadangan energi seseorang mulai habis, maka ini akan memicu timbulnya kondisi hipoglikemik. Dalam hal ini, jelas akan terjadi interaksi anatar alkohol dan obat antidiabetes oral maupun insulin yang keduanya sama-sama memiliki efek hipoglikemik pada penderita diabetes (Pharmacist’s Letter/Prescriber’s Letter, 2008).
Dalam hal hipoglikemik akibat alkohol, hal ini terjadi pada saat seseorang mengonsumsi alkohol pada kondisi perut kosong dimana keadaan kadar glokosa dalam darah memang sedang berada pada level rendah.dalam keadaan ini, tubuh akan mencari sumber glukosa lain utuk dijadikan sumber energi tubuh, misalnya lewat proses gluconeogenesis untuk mempertahankan kadar glukosa dalam darah. Glukoneogenesis ini terjadi dalam hati dan memerlukan komponen/senyawa-senyawa yang banyak diregulasi oleh nicotinamide adenine dinucleotide (NADH). Alkohol, dalam hal ini juga dimetabolisme di hati dan menyebabkan terjadinya peningkatan kadar NADH dalam hati. NADH yang berlebihan justru akan menurunkan kadar senyawa-senyawa yang dibutuhkan dalam proses glukoneogenesis, sehingga efek lebih lanjutnya jelas akan menimbulkan hipoglikemik pada pasien. Efek hipoglikemik akibat alkohol ini akan menimbilkan efek klinis yang parah apabila dibarengi dengan konsumsi obat antidiabetes atau insulin yang juga bertujuan untuk menimbullkan efek hipoglikemik pada penderita diebetes. Sehingga untuk pencegahan, sangat disarankan jika memang pasien hendak mengonsumsi alkohol, sebaiknya diminum bersama atau sesaat setelah makan (Pharmacist’s Letter/Prescriber’s Letter, 2008)..
Pasien diabetes yang mengonsumsi alkohol harus sangat memperhatikan kondisinya apabila terjadi beberapa tanda yang mengarah pada munculnya efek hipoglikemik. Harus dipastikan apakah efek hipoglikemik ini berhubungan dengan obat antidiabetes ataukah akibat intoksikasi alkohol (hipoglikemik akibat alkohol). Sehingga sangat disarankan untuk pasien agar sesering mungkin memeriksa kadar glukosa darahnya. Dalam hal ini, juga perlu diketahui oleh pasien bahwa konsumsi alkohol bersama obat diabetes tertentu (misal : klorpropramid) juga dapat menimbulkan disulfiram-like reaction, yaitu suatu reaksi yang ditandai dengan mual, muntah, pusing, muka merah, napas pendek, sakit kepala hebat, gangguan penglihatan, palpitasi jantung, dan mungkin juga pingsan. Secara garis besar, interaksi antara alkohol dengan beberapa obat antidiabetes oral dan insulin akan dijelaskan pada tabel 2 dibawah ini.
Obat / golongan obat
Mekanisme interaksi
Komentar / saran
Sulfonilurea (klorpropramid, glipizid, gliburid, tolbutamid)
·         Telah dilaporkan terjadinya disulfram like reaction pada pasien yang mengonsumsi klorpropramid dengan alkohol (secara teori, ini juga akan terjadi pada obat lain yang termasuk sulfonilurea). Mekanisme pastinya belum diketahui.
·         Peminum alkohol akut akan meningkatkan efek hipoglikemik
·         Alkohol mungkin akan memperpanjang efek glipizid dalam tubuh dengan mekanisme penundaan absorbsi dan eliminasi obat
·         Konsumsi alkohol secara kronis akan menurunkan waktu paruh tolbutamid dengan mekanisme menurunkan absorbsi dan meningkatkan metabolisme hati dari tolbutamid.
·         Pasien disarankan untuk tidak meminum alkohol melebihi batas yang ditentukan untuk mencegah terjadinya efekhipoglikemik.
·         Monitor secara ketat adanya tanda-tanda hipoglikemik apabila harus dilakukan konsumsi alkohol dengan sulfonilurea.
·         Beritahukan pada pasien untuk menghentikan minum alkohol bila terjadi tanda berupa pusing atau muntah.
Insulin
·         Meningkatkan efek penurunan glukosa darah oleh insulin
·         Menghasilkan efek perangsangan pelepasan insulin saat proses glucose load (makan) dan menginhibisi glukoneogenesis.
·         Sarankan pasien untuk membatasi konsumsi alkohol dan sarankan untuk menghindari minum alkohol saat perut kosong.
·         Monitor secara ketat adanya tanda hipoglikemik apabila harus dilakukan konsumsi alkohol dengan insulin
Metformin
·         Secara teoriakan meningkatkan resiko asidosis laktat
·         Menambah efek metformin dalam mempengaruhi metabolisme laktat
·         Sarankan pasien untuk membatasi konsumsi alkohol
·         Melakukan monitoring secara ketat akan terjadinya asidosis laktat jika terpaksa dilakukan kombinasi konsumsi antara alkohol dan metformin
Tabel 2. Interaksi antara alkohol dengan obat antidiabetik oral dan insulin
Sumber : Pharmacist’s Letter/Prescriber’s Letter (2008)

DAFTAR PUSTAKA

Hirsh J, Dalen J, Poller, L et al., 2001, Oral anticoagulants : Mechanism of Action, Clinical Effectiveness, and Opt imal Therapeutic Range. Chest, 119 ( suppl.1 ): S8-S21.
National Institutes of Health Clinical Center, 2015, Important information to know when you are taking: Warfarin (Coumadin) and Vitamin K, www.cc.nih.gov, diakses pada 10 november 2015.
Pharmacist’s Letter/Prescriber’s  Letter, 2005, Warfarin-food interactions. 21(5) :210507.
Pharmacist’s Letter/Prescriber’s Letter, 2008, Alcohol-related drug interactions, 24(1):240106.
Tom, Wan-Chih, 2010, Warfarin-Food Interactions, Pharmacist’s Letter/Prescriber’s  Letter, 21(5) :210507.
USDA National Nutrient Database for Standard Reference, 2010, Nutrient Data Laboratory home page, Release 23.: http://www.ars.usda.gov/nutrientdata. diakses 10 november 2015.

2 komentar:

  1. Mantap infonya untuk sumber makanan yang mengandung Vitamin K

    BalasHapus
  2. aq salah satu penderita penyakit ini Dan bln 4 saya .mulai mengkonsumsi warfarin tablet 1mg dan 2mg .dan spironolactone 25mg alhamdulilllah mkin baik Dan tentunya mkn hrs ttp di jaga .

    BalasHapus